RTH Kawasan Perkotaan Rendah Karena Permintaan Lahan Tinggi

Tanggal Publikasi Apr 15, 2014
628 Kali
Konsep pembangunan yang ramah lingkungan belum tercantum dalam konsep pembangunan kota Jakarta. Hal ini menyebabkan RTH tergusur oleh hotel, mall dan pusat perbelanjaan.    

Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri, Dr. H. Muh. Marwan, M.Si. mengatakan, rendahnya luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) publik di kawasan perkotaan disebabkan oleh tingginya permintaan lahan untuk kegiatan perkotaan yang nilai ekonominya tinggi.

“RTH yang nilai ekonominya dianggap rendah diabaikan,” ungkap beliau dalam pertemuan Pemahaman Teknis Pengenalan Citra Satelit dalam rangka Perhitungan Luasan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, pada 26-29 Maret 2014, di Bandung

Pertemuan tersebut merupakan pelatihan cara perhitungan RTH dengan penggunaan citra satelit dengan narasumber dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Sementara itu, tujuan penyelenggaraan kegiatan tersebut agar pemerintah daerah dapat mandiri dalam menghitung luasan RTH-nya.

Selain dari Lapan dan Ditjen Bina Pembangunan Daerah, pertemuan tersebut juga dihadiri 29 kabupaten/kota, yaitu Kota Tebing Tinggi, Kota Payakumbuh, Kota Pagar Alam, Kota Metro, Kota Serang, Kota Sukabumi, Kota Cirebon, Kota Bekasi, Kota Kediri, Kota Singkawang, Kota Bontang, Kota Banjar Baru, Kota Palopo, Kota Kendari, Kota Tomohon, Kota Palu, Kota Bima, Kota Kupang, Kota Palembang, Kota Denpasar, Kota Binjai, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Tulang Bawang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Kudus, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gowa, dan Kabupaten Buleleng.

Dr. H. Muh. Marwan, M.Si menambahkan, RTH di kawasan perkotaan cenderung dimanfaatkan dan dialihfungsikan menjadi kawasan terbangun.

“RTH seperti taman kota, jalur hijau, situ, atau sempadan sungai yang berfungsi sebagai resapan air dan penampung air tanah lambat laun menjadi berkurang,” katanya.

“Hal ini memperlihatkan betapa semakin menurunnya kualitas lingkungan khususnya di perkotaan. Tak heran jika kota-kota besar di Indonesia sering mengalami banjir di musim hujan dan kelangkaan air bersih di musim kemarau, serta polusi udara yang tinggi”, demikian beliau menyatakan.

Pertemuan tersebut dilaksanakan untuk menindaklanjuti Permendagri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, dan Surat Edaran (SE) Menteri Dalam Negeri, tanggal 8 November 2011, perihal Cara Perhitungan Luasan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.

Dalam SE tersebut, pemerintah daerah telah diberikan pilihan cara perhitungan luasan eksisting RTH bagi daerah dan perencanaan perhitungan luasan RTH bagi daerah yang masih mempunyai luasan RTH kurang dari 30 persen.

“Nah, salah satu cara dalam perhitungan eksisting luasan RTH adalah dengan penggunaan citra satelit,” tambah beliau.

Direktorat Perkotaan Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri mengklaim bahwa salah satu permasalahan saat ini yang dihadapi oleh hampir seluruh perkotaan di Indonesia adalah semakin berkurangnya ruang publik, terutama ruang terbuka hijau, baik publik maupun privat.

Namun, sekarang, berdasarkan kebijakan Mendagri, skema pembiayaan TP tersebut dialihkan kepada skema kegiatan melalui DAK, sehingga tanggung jawabnya diserahkan kepada daerah.

perhitungan ekisting luasan RTH dan perhitungan luasan rencana kebutuhan RTH diharapkan pemerintah daerah dapat menghitung RTH sesuai dengan standarnya.

Adapun salah satu metode yang digunakan dalam perhitungan eksisting RTH adalah dengan penggunaan citra satelit, yang perhitungannya lebih efektif dibandingkan dengan perhitungan yang dilakukan secara manual. Sementara itu, penggunaan perangkat lunak dengan penginderaan jarak jauh berupa satelit untuk pengolahan data di Indonesia telah dilakukan oleh LAPAN.[ds/hny/hkm]