Tak Hanya Ekologi, RTH juga Bermanfaat Sosial dan Bernilai Estetis

Tanggal Publikasi Nov 07, 2014
861 Kali
Taman kota adalah sebuah lahan yang ditumbuhi tanaman yang dirangkai sedemikian rupa sehingga menarik pengunjung.

Tak hanya untuk menjaga kondisi ekologi, Ruang Terbuka Hijau (RTH) juga diharapkan bisa bermanfaat bagi kepentingan sosial, budaya, sekaligus bernilai estetis.

Dr. H. Muh. Marwan, M.Si menyampaikan, keberadaan RTH di kawasan perkotaan ke depan, diharapkan tidak hanya berfungsi untuk mendukung manfaat ekologi, namun juga memiliki manfaat sosial, budaya, dan bernilai estetika, semisal taman kota.

Dalam Rapat Pemahaman Teknis Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP), pada 21 s.d. 24 Mei 2014, di Surabaya, Dr. H. Muh. Marwan, M.Si menegaskan kembali bahwa taman kota selain berfungsi sebagai daerah resapan juga memiliki manfaat sosial dan bernilai estetis. 

“Taman kota dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat berkumpul dan berolah raga,” jelasnya.

Di beberapa kota, taman kota telah difasilitasi dengan sarana internet sehingga taman-taman tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sarana belajar oleh para siswa dan mahasiswa.

Pertemuan tersebut merupakan rangkaian kegiatan dari Pemahaman Teknis Pengenalan Citra Satelit dalam rangka penghitungan luasan RTHKP yang telah dilaksanakan pada tanggal 23 s.d. 26 April 2014 di Bandung, di mana pada pertemuan tersebut peserta telah diberikan pemahaman teknis terkait cara perhitungan luasan RTH dengan memanfaatkan citra satelit.

Kebutuhan pada RTH telah menjadi perhatian banyak pihak, terutama di kawasan perkotaan. Lahan-lahan yang sedianya diperuntukan untuk RTH, saat ini telah banyak dialihfungsikan menjadi lahan terbangun, sehingga menyebabkan berkurangnya daerah resapan air.

Kurangnya luasan RTH semakin lama semakin terasa dampaknya, terutama di kawasan perkotaan, mulai dari kurangnya volume air tanah, suhu udara yang meningkat sampai polusi udara yang mengganggu pernapasan.

Sejatinya, RTH merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Namun demikian, pemerintah pusat pun banyak ikut terlibat terutama dalam mendukung RTH melalui kebijakan yang bersifat nasional. 

Itu sebabnya, untuk mendukung pemerintah daerah dalam meningkatkan luasan dan menata RTH di kawasan perkotaan, beberapa upaya telah dilakukan oleh pemerintah pusat, mulai dari penerbitan undang-undang, peraturan menteri, dan beberapa pedoman terkait RTH.

Secara khusus, Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan Permendagri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan. Dengan Permendagri tersebut diharapan kawasan perkotaan dapat menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungannya; mewujudkan keseimbangan antara lingkungan alam dengan lingkungan buatan di perkotaan; dan meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih, dan nyaman.

Tak hanya itu, terbitnya Permendagri tersebut juga ditindaklanjuti dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (SE Mendagri) tertanggal 27 Maret 2009 tentang Data Proporsi Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan, di mana dalam SE tersebut pemerintah daerah diminta untuk menghitung luasan RTH di daerahnya masing-masing. 

Walaupun demikian, ternyata dalam pelaksanaannya masih perlu diperbaiki dan ditingkatkan. Hal ini dikarenakan, berdasarkan data yang dikirim oleh pemerintah daerah kepada Kemendagri, daerah mempunyai cara perhitungan luasan RTH-KP berbeda-beda (antara satu kota dengan kota lainnya) dan masih belum sesuai dengan jenis-jenis RTH-KP yang terdapat dalam ketentuan yang ditetapkan Permendagri Nomor 1 tahun 2007 tersebut.

Pada tahun 2011, Kementerian Dalam Negeri melalui Ditjen Bina Pembangunan Daerah telah menerbitkan SE Mendagri tertanggal 8 November 2011 tentang Cara Perhitungan Luasan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, di mana dalam SE tersebut telah dilampirkan cara perhitungan luasan RTHKP, baik perhitungan eksisting luasan RTHKP maupun perhitungan luasan rencana kebutuhan RTHKP.

Dalam rapat pemahaman teknis tersebut, di akhir penyampaiannya, Dr. H. Muh. Marwan, M.Si mengingatkan beberapa hal penting kepada para peserta terutama dari pemerintah daerah. Pertama, RTH perlu dimasukkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Kedua, perlu adanya komitmen pemerintah daerah untuk menjadikan RTH sebagai program prioritas daerah, mengingat saat ini kerusakan lingkungan semakin parah, bukan hanya di kota-kota besar, tapi sampai ke pelosok desa. Ketiga, pemerintah daerah perlu selalu mengupayakan peningkatan luasan RTH 30%. Karena itu, bagi daerah yang mempunyai luasan RTH di atas 30% diharapkan dapat menjaganya dengan konsisten untuk tidak mengalihfungsikan lahan RTH yang telah ada. Keempat, memperkuat kerja sama antardaerah dan kemitraan dengan pihak swasta dalam penataan RTH.

Rapat Pemahaman Teknis tersebut diselenggarakan dengan beberapa tujuan penting, yakni: memfasilitasi pemerintah daerah dalam melakukan perencanaan dan perhitungan luasan RTH-KP di daerah; memfasilitasi pemerintah daerah terhadap kebijakan dan strategi dalam pemenuhan luasan RTH-KP di daerah; dan Sharing pengalaman bagi daerah tentang keberhasilan Kota Surabaya dalam menata dan meningkatkan luasan RTH-KP.

Peserta yang hadir dalam rapat tersebut terdiri dari instansi dari pusat, yakni: Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara, LAPAN; Direktorat Perkotaan dan Perdesaan, Bappenas; Direktorat Penataan Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang, Kementerian PU; Direktorat Penataan Perkotaan, Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri.

Sementara itu, peserta dari daerah berasal dari 17 kota dan 12 kabupaten yang telah mengikuti Pemahaman Teknis Pengenalan Citra Satelit Dalam Rangka Penghitungan Luasan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTH-KP), pada 23 s.d. 26 April 2014, di Bandung yang telah memiliki sertifikat di antaranya, Kota Pemantang Siantar, Kota Bukit Tinggi, Kota Lubuk Linggau, Kota Sungai Penuh, Kota Bengkulu, Kota Cilegon, Kota Depok, Kota Bogor, Kota Tasikmalaya, Kota Semarang, Kota Pekalongan, Kota Blitar, Kota Probolinggo, Kota Tarakan, Kota Gorontalo, Kota Bitung, Kota Ambon, Kabupaten Serang, Kabupaten Jepara, Kabupaten Lampung Timur, Kabupaten Cilacap, Kabupaten Jember, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Karang Asem, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Maros, dan Kabupaten Sumbawa.[ds/hny]