SPP Dorong Terbentuknya Perkotaan Layak Huni dan Berdaya Saing

Tanggal Publikasi Nov 28, 2014
901 Kali
SPP merupakan salah satu instrumen dari Sistem Perkotaan Nasional (SPN) untuk mengendalikan pertumbuhan perkotaan, keterkaitan antarperkotaan, maupun antara perkotaan dengan perdesaan yang dikelola oleh pemerintah.

Untuk mendukung pelaksanaan penyusunan kebijakan tentang Standar Pelayanan Perkotaan (SPP), Ditjen Bina Pembangunan Daerah menyelenggarakan Workshop Penyiapan Kebutuhan Perencanaan Pembangunan Perkotaan Sesuai Standar Pelayanan Perkotaan (SPP), pada 23 s.d. 25 Juni 2014, di Cirebon.

Penyelenggaraan workshop tersebut melibatkan pemerintah daerah untuk mendapatkan masukan terhadap kebijakan yang saat ini sedang disusun oleh pemerintah, di mana di dalamnya terdapat kriteria, indikator, parameter, dan jenis pelayanan sesuai dengan SPP.

Workshop tersebut diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap kebijakan pemerintah di bidang pelayanan perkotaan. Tujuan lainnya adalah untuk menjaring masukan terhadap indikator jenis pelayanan yang terdapat dalam rancangan peraturan perundang-undangan tentang SPP.

Dalam workshop tersebut, didiskusikan secara intensif mengenai kebijakan SPP dan rancangan peraturan perundang-undangan tentang SPP.

Sementara itu, peserta yang hadir dalam workshop tersebut terdiri dari, SKPD yang menangani bidang Pekerjaan Umum, Perhubungan, Pendidikan, dan Kesehatan, berasal dari 8 kota dari seluruh provinsi yang ada di Jawa Barat.

Standar Pelayanan Perkotaan diatur dalam Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman Standar Pelayanan Perkotaan.

Penyelenggaraan workshop tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi perkotaan yang sangat bervariasi. Hal itu memerlukan jenis pelayanan perkotaan yang sesuai dengan tipologi, fungsi, dan karakteristik perkotaan. Oleh karena itu, dibutuhkan adanya acuan berupa pedoman dan standar tentang bagaimana pelayanan perkotaan diberikan kepada masyarakat (termasuk dunia usaha), sehingga mampu medorong terbentuknya perkotaan yang layak huni, aman, nyaman, berkelanjutan, dan berdaya saing.

SPP merupakan ketentuan tentang jenis dan mutu layanan yang harus tersedia di perkotaan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan sesuai dengan tipologi, fungsi, dan karakteristik perkotaan, untuk mendorong terbentuknya perkotaan yang layak huni, aman, nyaman, berdaya saing, dan berkelanjutan bagi kesejahteraan masyarakat.

Mengenai perkembangan kebijakan terkait SPP, Direktur Penataan Perkotaan Ditjen Bina Pembangunan Daerah, Ir. Dadang Sumantri Muchtar menjelaskannya secara rinci. 

Perkembangan kebijakan tersebut, antara lain: (1) konsep Batang Tubuh Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Standar Pelayanan Perkotaan (RPP-SPP) dalam tahap finalisasi, namun untuk melegalisasi RPP menjadi PP diperlukan payung hukum,  yaitu revisi UU Nomor 32 tahun 2004 atau Rancangan UU Perkotaan yang saat ini masih dalam proses; (2) posisi jenis pelayanan perkotaan yang menjadi persyaratan tingkat pelayanan perkotaan yang baik, saat ini sedang dalam proses pemilahan dan pemilihan; (3) pemenuhan SPP merupakan target RPJPN 2015-2025, di mana akhir tahun 2025 diharapkan sebesar 100%; dan (4) saat ini peraturan yang secara legal mengikat adalah Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman SPP. Namun untuk menyesuaikan dengan kondisi saat ini, perlu dilakukan penyempurnaan.

Kemudian, langkah strategis yang perlu dilakukan untuk mewujudkan perkotaan yang layak huni, yaitu menentukan tingkat pelayanan perkotaan yang mutlak diperlukan, sehingga kawasan perkotaan disebut layak huni dan kawasan perkotaan dapat berfungsi dengan baik; mengingat status kawasan perkotaan, saat ini konsentrasi penanganan tingkat pelayanan perkotaan ada pada 93 kota otonom; dan memberikan landasan hukum yang kuat bagi pelaksanaan RPJMN 2015-2019 yang akan mulai efektif tahun 2015.

Berdasarkan Surat Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri tertanggal 9 Maret 2012 tentang Penyampaian Data Jenis Pelayanan SPP sesuai dengan Permendagri Nomor 57 tahun 2010 tentang Pedoman SPP, persentase capaian kota dalam pelayanan SPP yang ada di Jawa Barat sebagai, yaitu: Kota Bekasi (54,00%), Kota Depok (14,44%), Kota Bandung (87,95%), Kota Cimahi (35,00%), Kota Tasikmalaya (17,00%), Kota Banjar (12,64%), Kota Cirebon (66,00%), dan Kota Bogor (22,99%).[ds/hny]