Bangda Koordinasikan Penyusunan SPM

Tanggal Publikasi Dec 03, 2015
873 Kali
Ditjen Bina Pembangunan Daerah (Bangda) mengkoordinasikan penyusunan Standar Pelayanan Minimum (SPM). Salah satu urusan wajib yang menjadi tanggung jawab koordinasi adalah bidang sosial. Hal itu dinyatakan Drs. Eduard Sigalingging, M.Si dalam Rapat Koordinasi Teknis Pusat dan Daerah dalam rangka Fasilitasi Penyusunan SPM Urusan Pemerintahan Bidang Sosial pada 28-30 Oktober 2015 di Nusa Dua, Bali.

Menurut Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah (SUPD) III itu, Ditjen Bina Bangda memiliki tiga fungsi, yaitu memfasilitasi SPM, melakukan pemetaan urusan, dan menyusun Norma Standar Prosedur Kriteria (NSPK) urusan wajib non dasar.

“Yang mengerjakan ini semua adalah K/L teknis, sementara (Ditjen Bina Bangda) Kemendagri hanya mengkoordinasikan saja,” terangnya dalam kegiatan yang dihadiri sekira 100 orang itu.

Dalam kegiatan yang dilaksanakan 3 hari itu Ditjen Bina Bangda mengkoordinasikan K/L teknis terkait, dari pusat dan daerah untuk menyusun SPM bidang sosial. Dalam kegiatan tersebut, hadir wakil dari Kementerian Sosial, juga wakil dari beberapa daerah, yaitu Provinsi Riau, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua Barat.

Sementara dari kabupaten, yaitu Kabupaten Asahan, Lampung Selatan, Bandung, Semarang, Bantul, Malang, Bangli, Buleleng, Gianyar, Jembrana, Bima, Kupang, Pontianak, dan Manokwari. Dari daerah kota, yaitu Kota Pangkal Pinang, Pekan Baru, Surabaya, Denpasar, Makassar, dan Ambon.    

“Makanya fungsi Kemendagri agak unik. Kemendagri ikut terlibat dalam 32 urusan (dalam UU tersebut),” terangnya. Sebaganya 32 urusan itu dirinci menjadi, 6 urusan wajib dasar, 18 urusan wajib non dasar, dan 8 urusan pilihan.

“(Namun begitu), Kemendagri tidak ikut campur bagaimana cara Kemenkes menyuntik orang. Kemendagri juga tidak terlibat bagaimana caranya Kementerian Pertanian mengajari masyarakat menanam pohon,” tambahnya. Kemendagri hanya mengkoordinasikan semuanya. Hal itu untuk memastikan urusan wajib dilaksanakan di daerah.

Kemendagri mempunyai peran terhadap 32 urusan yang diamanatkan UU Nomor 23 Tahun 2014. Berdasarkan amanat UU Nomor 23 Tahun 2014, Kemendagri memfasilitasi K/L teknis agar bisa merealisasikan pelayanannya di daerah. Dengan demikian, masyarakat bisa mengakses pelayanan yang diberikan oleh pemerintah secara mudah dan massif.  

Karena sebelumnya, K/L teknis agak kesulitan dalam merealisasikan kegiatannya di daerah. Misalnya, Kementerian Pertanian tidak bisa ikut campur mengelola pertanian di suatu daerah, karena tidak punya tanggung jawab apa-apa di sana.

“Tapi di UU Nomor 23 Tahun 2014 hal itu dipertegas,” jelasnya.

Menurut Drs. Eduard Sigalingging, M.Si, esensi SPM adalah supaya ada jaminan yang minimum.

“Makanya, (ke depan) Dana Alokasi Khusus (DAK) kita akan lebih menjawab kebutuhan SPM terlebih dahulu,” katanya.

“Dari SPM itulah kita bisa mengatakan bagaimana tingkat kualitas hidup kita: bagaimana kualitas pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Jadi, inilah yang sedang coba kita bangun,” pungkasnya.

Rakor yang dilaksanakan Subdit Sosial Budaya Ditjen Bina Bangda itu merupakan salah satu kegiatan fasilitasi untuk mensinkronkan urusan pemerintahan daerah, khususnya terkait SPM. Sebagai latar belakangnya adalah terbitnya UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

UU Nomor 23 Tahun 2014 telah mengubah secara mendasar terhadap urusan wajib daerah. UU ini mengamanatkan, bahwa urusan wajib dibagi atas dua unsur. Yaitu, wajib layanan dasar dan non dasar. Urusan wajib pelayanan dasar dilaksanakan dengan SPM.

Berdasar amanah UU tersebut Kemendagri melakukan fasilitasi untuk menyusun SPM secara bersama-sama Kementerian Sosial dan pemerintah daerah.

Itu sebabnya, pertemuan itu dirancang untuk menjawab amanah UU Nomor 23 Tahun 2014, dengan melakukan fasilitasi penyusunan SPM bidang sosial, sesuai denga tugas pokok dan fungsi yang diberikan kepada Ditjen Bina Bangda.

Selain itu, kegiatan tersebut dimaksudkan untuk terbangunnya kesamaan persepsi tentang konsep SPM yang akan dituangkan di dalam jenis pelayanan dan indikator SPM Sosial. Selain itu, kegiatan tersebut juga dimaksudkan untuk terbangunnya persepsi dan mekanisme implementasi SPM di daerah setelah dilaksanakannya SPM berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014.[ds]