Warga Kohod Antusias Sambut Program Kampung Sejahtera

Tanggal Publikasi Feb 08, 2016
995 Kali
Warga Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang menyambut antusias rencana pencanangan Program Kampung Sejahtera OASE Cinta. Program tersebut diinisiasi oleh organisasi yang dimotori ibu-ibu pendamping menteri yang tergabung dalam Kabinet Kerja Era Jokowi-JK.

Organisasi Aksi Solidaritas Era Kabinet Kerja (OASE Cinta) mencanangkan pembentukan Program Kampung Sejahtera dengan melibatkan seluruh unsur terkait, yaitu pemerintah, masyarakat, swasta untuk bersama-sama memberikan sumbangsih nyata dalam mewujudkan kesejahteraan.

Secara khusus, program tersebut bertujuan untuk mewujudkan perkampungan di suatu desa/kelurahan yang mampu memberikan pelayanan sosial dasar tanpa menghilangkan kearifan lokal dalam mengayomi masyarakatnya.

Selain itu, program yang rencananya dilaksanakan di tiga wilayah itu juga bertujuan untuk mewujudkan sinergitas antara pemerintah, masyarakat, lembaga kemasyarakatan, serta berbagai pihak lainnya dalam pelaksanaan pembangunan.

Dalam kunjungan ketiga OASE Cinta ke desa itu, pada 20 Januari 2016, warga Desa Kohod mengaku senang dan berharap desanya bisa maju dan ada perubahan ke arah yang baik.

“Harapannya, kampung ini bisa lebih baik, bisa lebih sejahtera. Kampung ini biar maju, biar ada perubahan,” ungkap Maryati (33), seorang warga yang sudah lama tinggal di Kampung Pintu Air, Desa Kohod itu.

Perempuan yang mengaku memiliki 3 anak itu juga menuturkan, kebanyakan kegiatan ibu-ibu di kampungnya tidak banyak, hanya mengurus rumah tangga dan selebihnya tidur atau bersantai-santai saja di depan rumah. Ia berharap, Program Kampung Sejahtera bisa meluncurkan program pemberdayaan perempuan untuk ibu-ibu rumah tangga di sana.

“Kita mah mau banget kalau di sini dibikin kursus jahit, buat nambah-nambah penghasilan suami. Dibuat kelompok-kelompok, mau banget tuh. Iya, biar kita ada kegiatan, biar siang jangan tidur mulu,” katanya.

Ia mengaku, tidak bisa berbuat banyak karena dirinya tidak punya keterampilan untuk membantu suami mencari nafkah. Menurutnya, para suami juga susah mencari uang, karena hanya mengandalkan upah sebagai buruh serabutan atau mencari kepiting di tambak.

“Susah. Suami paling kerjanya ngobor, nyari kepiting (di malam hari menggunakan lampu). Terus paling kuli, ke empang (tambak milik orang). Sawah di sini punya PT, sudah pada dijual. Kebanyakan pencaharian di sini mah serabutan,” katanya.

Maryati juga menuturkan, kondisi tersebut juga diperparah dengan harga-harga bahan pokok yang sekarang serba mahal.

“Beras saja harga seliternya 10 ribu rupiah. Paling murah harganya 9 ribu, tapi jelek, warnanya kuning,” katanya.

“Sementara penghasilan laki (suami) kita 50 ribu sehari, itupun tidak tentu. Buat beli beras, buat anak sekolah, belum beli sayur. Ikan saja seporsi harganya ceban (10 ribu rupiah). Kita mah kebanyakan makan tempe-tahu. Belum minyak. Belum yang lain-lain. Wah, kagak cukup,” akunya lagi.

Selain itu, ibu dengan berkerudung sederhana ini juga mengatakan, air untuk memasak dan minum di kampungnya harus beli dan harganya mahal.

“Tiga rigen (jerigen) harganya 10 ribu rupiah. Itu buat masak. Kalau nyuci sama mandi mah pake air kali. Kebutuhan untuk minum, satu keluarga dengan 7 orang anggota keluarga cukup satu galon air,” tambahnya.

Selain itu, di kampungnya juga sering mengalami banjir ketika musim penghujan datang. “Di sini suka banjir. Sampai selutut, setahun tiga kali,” tuturnya.

Namun begitu, dia mengaku bersyukur karena listrik di kampungnya jarang ada gangguan. “Sekarang listrik jarang mati, Alhamdulillah,” uangkapnya.

Di tempat terpisah, Eroh (40) dan ibunya yang sudah menjanda, Amsih (50) juga mengaku antusias menyambut program Kampung Sejahtera di Desanya.

Keduanya mengaku sangat membutuhkan banyak hal di kampungnya, terutama fasilitas Mandi, Cuci, Kakus (MCK).

“Di sini kalau pengennya ada sumur bor, WC, MCK, karena memang di sini belum ada. Kalau MCK, kita ke sawah, ke kebon. Kalau buang air besar, malam-malam kita ke sawah,” akunya kepada Buletin Jendela Pembangunan Daerah.

“Sumur juga belum ada. Rumah-rumah kami juga belum banyak yang disemen. Saya ingin meminta dan memberi tahu kondisi di wilayah kami,” tambahnya.

Keduanya berharap, kampungnya bisa berubahan, anak-anak bisa sekolah dengan gratis. Karena di sini kampungnya sekolah negeri belum ada, baru ada sekolah swasta saja.

Selain itu, Eroh berharap pemerintah bisa membangun pasar yang dekat dengan desanya. “Pasar belum ada. Jauh di sini mah, adanya di Kampung Melayu (di luar Desa Kohod). Harapannya biar ada pasar yang deket. Terus kita biar bisa kerja, gitu,” pungkasnya.[ds]