Kualitas Kokoa di Indonesia Berdaya Saing Tinggi

Tanggal Publikasi Apr 23, 2016
721 Kali
JAKARTA – Kakao (Theobroma cacao L) merupakan pohon budidaya yang banyak ditanam di negara-negara beriklim tropis, salah satunya Indonesia. Biji tumbuhan yang dihasilkan oleh kakao dapat dimanfaatkan untuk produk olahan seperti coklat. 
 
Menurut data yang dilansir FAO (Food and Agriculture) pada tahun 2013, Indonesia berada pada posisi ketiga sebagai negara penghasil kokoa terbesar di dunia. Peringkat pertama diduduki oleh Pantai Gading yang memiliki area kebun kakao sebesar 2.499.986,20 hektar. Dengan luas sebesar itu, Pantai Gading mampu menyumbang produksi hingga 31,6 % untuk kebutuhan kokoa secara global. Sementara Indonesia yang memiliki area kebun kakao sebesar 1.774.303,97 hektar mampu memproduksi sebesar 17,0%. 
 
Kendati Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dalam menghasilkan komoditas kokoa, namun masih banyak persoalan yang harus dibenahi agar potensi tersebut kian melejit. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia dalam hal ini diwakili oleh Kementerian Dalam Negeri bekerjasama (sektor publik), NGO (Non-governmental Organization), dan sektor swasta bersinergi untuk merancang program-program pemberdayaan bagi para petani kakao (community empowerment). 
 
Salah satu NGO yang bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri untuk mempromosikan ekonomi berkelanjutan (sustainable economic), sosial (social), dan lingkungan berkelanjutan (environmental development) yaitu Swisscontact. NGO yang berpusat di Swiss ini telah menjankan hampir 100 proyek di 32 negara termasuk di Indonesia sejak tahun 1972. “As an organization, Swisscontact is the best known for its training programs that provide rural producers, micro and small business owners, young entrepreneurs, and women, with the capacities to improve their livelihoods and incomes.â€
 
The Sustainable Cocoa Production Programm (SCPP) merupakan program yang saat ini dijalankan oleh Swisscontact yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para petani kakao dengan memberikan pelatihan mengenai budidaya kakao serta membuka akses kepada para petani kakao untuk menjual hasil pertanian mereka. Selain itu, program-program yang digulirkan bertujuan agar para petani kakao di Indonesia dapat menghasilkan produk (kokoa) yang berkualitas dan mampu bersaing di tingkat internasional.
 
Untuk mengetahui perkembangan program yang dijalankan Swisscontact di sejumlah daerah di Indonesia, pada Kamis, (17/03/2016), Swisscontact menggelar “8th Advisory Board Meeting†yang dilaksanakan di Ruang Banda, Hotel Borobudur, Jakarta. Pertemuan tersebut mengundang para pemangku kepentingan (stakeholders) yang terlibat dalam menyukseskan program SCPP.
 
Manfred Borer, Country Director Swisscontact, pada kesempatan itu memaparkan laporan progres program SCPP tahun 2015. “Before joining the program, 9.9% of the farmers’ households were in an extremely vulnerable condition, living below the $1.25/day poverty line. Surveys at last one year after the program intervention, this number has dropped to 6.5%. The situation is traditionally the most critical in West Sulawesi where every fifth household is classified as poor. Since 2012, SCPP has supported the establishment of 450 nurseries with the capacity to produce annually more than 1.85 million high-quality cacao seedlings, in two production batches. That is not yet enough to replant 5% of the cocoa farms per year as recommended.†(Mahfud Achyar. Sumber: Bi-Annual Report 2015).Â