Optimalisasi dan Harmonisasi Kelembagaan Tim Percepatan Penurunan Stunting Jadi Kunci Utama Dalam Percepatan Penurunan Stunting di Provinsi Kalimantan Selatan

blog post

KALIMANTAN SELATAN - Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah III Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri Budiono Subambang mengingatkan peran pemerintah daerah dalam percepatan penurunan stunting. 

Hal tersebut ia sampaikan pada rapat koordinasi dalam rangka konvergensi pencegahan stunting (evaluasi konvergensi pencegahan stunting) di Provinsi Kalimantan Selatan secara daring, Rabu (11/5/2022).

Budiono meminta pemerintah daerah untuk menyiapkan kebijakan berkaitan dengan penurunan stunting; melaksanakan Standar  Pelayanan Minimal (SPM) secara maksimal; membentuk atau memanfaatkan tim koordinasi yang sudah ada untuk penurunan stunting; kampanye dan promosi penurunan stunting dengan pendekatan Behavior Change Communication (BCC); mengalokasikan anggaran APBD provinsi dan sumber dana lainnya yang sah untuk program dan kegiatan penurunan stunting kabupaten/kota; penguatan kapasitas sumber daya provinsi dan kabupaten/kota; preview pembelajaran para pihak, pembelajaran antar kabupaten/kota; melakukan monitoring dan evaluasi upaya penurunan stunting yaitu memonitoring pelaksanaan 8 Aksi  Penurunan Stunting terintegrasi di kabupaten/kota; penilaian kinerja kabupaten/kota dalam pencapaian aksi konvergensi pencegahan stunting; serta menyiapkan sistem reward terhadap pencapaian kinerja kabupaten/kota dalam penurunan stunting.

Stunting atau sering disebut kerdil atau pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak usia di bawah lima tahun (Balita) akibat kekurangan gizi kronis atau infeksi berulang terutama pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu dari janin sampai anak berusia 23 bulan. Anak tergolong stunting apabila panjang atau tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi panjang atau tinggi anak seumurnya. 

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, Provinsi Kalimantan Selatan masih dihadapkan pada tantangan berbagai permasalahan gizi di antaranya masih tingginya prevalensi balita stunting yaitu 33,2% dan 31,5% terjadi pada anak di bawah usia dua tahun yang merupakan bagian dari masa 1000 HPK.

Selanjutnya, hasil studi Status Gizi Balita di Indonesia (SSGBI) menunjukkan masih tingginya prevalensi Balita di Kalimantan Selatan yang mencapai 31,75% sedangkan prevalensi stunting nasional 27,67%.

"Hal lain yaitu melihat kondisi saat ini, khususnya kapasitas teknis Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS), kabupaten/kota maupun provinsi yang masih terbatas untuk melaksanakan 8 Aksi Konvergensi terutama dalam menyesuaikan perubahan indikator sesuai Perpres 72 tahun 2021 dan Perban 12 tahun 2021," jelas Budiono.

Lebih lanjut, Budiono menjelaskan Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 050-5889 Tahun 2021 sebagai upaya pemenuhan kebutuhan pemerintah daerah dalam mengalokasikan program dan kegiatan daerah

"Keputusan ini merupakan hasil pemutakhiran atas nomenklatur perencanaan daerah yang mana terdapat beberapa nomenklatur terkait penurunan stunting yang sudah disesuaikan dengan usulan dan kebutuhan pemerintah daerah," terang Budiono.

Budiono berharap dengan terbitnya Kepmendagri ini dapat menjadi pedoman bagi Provinsi Kalimantan Selatan dan seluruh pemerintah daerah di Indonesia untuk dapat menginternalisasi penurunan stunting ke dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerahnya, terutama pada upaya penurunan stunting.