Inisiasi CT Tangkal Kerusakan Pesisir dan Laut

Tanggal Publikasi Sep 17, 2014
634 Kali
Keanekaragaman hayati Kawasan Segitiga Terumbu Karang disinyalir lebih tinggi dari kawasan terumbu karang paling terkenal di dunia Great Barrier Reef, di Australia.

Mengingat pentingnya Kawasan Segitiga Terumbu Karang atau Coral Triangle (CT) bagi kelangsungan kehidupan di daerah, khususnya terkait isu pembangunan berkelanjutan, Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri menyelenggarakan Rapat Koordinasi Pusat-Daerah dalam rangka Fasilitasi Inisiasi Segitiga Terumbu Karang di Daerah Tahun Anggaran 2014, pada 8 s.d. 10 Juni 2014, Buleleng, Bali.

Tujuannya untuk mendorong peningkatan dan penguatan pemerintah daerah dalam mengimplementasikan Surat Edaran Coral Triangle Innitiative (CTI) Summit dalam Mengantisipasi Global Warming guna pencapaian Regional Plan of Action (RPoA) dan National Plan of Action (NPoA).

Peserta Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah dalam rangka Fasilitasi Inisiasi Terumbu Karang di Daerah Tahun Anggaran 2014 terdiri dari: Kementerian Dalam Negeri; Kementerian Kelautan dan Perikanan; Bappenas; Kementerian Kehutanan; Kementerian Lingkungan Hidup; Sekretariat Nasional CTI-CFF.

Sementara itu dari Pemerintah Daerah hadir 16 provinsi, 21 kabupaten, dan 7 kota yang terdiri dari Provinsi Bali, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat, Kabupaten Sumenep, Buleleng, Jembrana, Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung, Karangasem, Manggarai, Berau, Tanah Laut, Kepulauan Sangihe, Gorontalo, Donggala, Mamuju, Banggai, Kepulauan Boalemo, Kepulauan Aru, Manokwari, Kepulauan Raja Ampat, Yapen Waropen, Kota Makassar, Ternate, Ambon, Kendari, Denpasar, Mataram, dan Jayapura.

Dalam rakor yang dilaksanakan tiga hari tersebut, hadir pula organisasi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Marine Program Director (WWF) Indonesia, Yayasan Karang Lestari, dan Conservation International Indonesia.

Sebagaimana diketahui, Kawasan Segitiga Terumbu Karang merupakan kawasan pusat keanekaragaman hayati laut paling tinggi di dunia berbentuk segitiga yang membentang dari ujung utara Philiphina, Pantai Timur Kalimantan sampai pulau Bali dan membentang ke arah paling timur Solomon Islands.

Berdasarkan Peta Batas Ekoregion, wilayah CT terbagi dalam 11 daerah ekoregion dan 7 ekoregion di Indonesia yang tersebar di 16 provinsi (Jatim, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Bali, NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat), serta meliputi 135 kabupaten dan 18 kota.

Dr. H. Muh. Marwan, M.Si., Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri berpendapat bahwa sumberdaya kelautan dari kawasan segitiga terumbu karang tersebut memiliki segala keuntungan ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Namun, menurutnya, potensi sumberdaya tersebut dalam keadaan terancaman yang disebabkan oleh aktivitas manusia yang berlebihan.

“Aktivitas yang berlebihan itu, misalnya kegiatan industrialisasi perikanan, reklamasi pantai, pembuangan limbah, aktivitas penangkapan ilegal, dan penambangan pasir laut,” rinci beliau.

“Kerusakan ini makin nyata dengan adanya dampak perubahan iklim yang merusak sumberdaya pesisir dan laut yang akhirnya menimbulkan kemiskinan yang berkepanjangan bagi nelayan,” demikian Dr. H. Muh. Marwan, M.Si menjelaskan.

Dalam menghadapi tantangan pengelolaan Kawasan Segitiga Terumbu Karang tersebut, Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono melayangkan surat kepada 7 pemimpin negara lain, yaitu Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Solomon Islands, Timor Leste, Amerika Serikat, dan Australia untuk mengusulkan sebuah inisiatif baru yang diberi nama Coral Triangle Initiative “On Coral Reefs, Fisheries, and Food Security” (CTI ”CFF”) melalui berbagai macam pertemuan.

Puncak dari rangkaian pertemuan dan perencanaan yang telah dilakukan adalah terselenggaranya pertemuan Kepala Negara/Pemerintahan dari 6 negara CTI pada CTI Summit di Manado pada tanggal 15 Mei 2009 berbarengan dengan Konferensi Kelautan Dunia (World Ocean Conference/WOC).

Hasil yang dicapai pada pertemuan tersebut adalah: (1) Secara formal meluncurkan Inisiatif Segitiga Karang tentang Terumbu Karang, Perikanan, dan Ketahanan Pangan (The Coral Triangle Initiative on Coral Reefs, Fisheries, and Food Security); (2) Mengadopsi Pernyataan para Pemimpin Negara-Negara CTI (The CTI Leaders Declaration); (3) Mengadopsi Rencana Aksi Regional CTI (The Regional CTI Plans of Action); dan (4) Mengumumkan program-program besar di setiap negara sebagai upaya mengimplementasikan tahap awal dari rencana aksi di setiap negara.

Selanjutnya, pada 16 Mei 2014, telah dilangsungkan kegiatan World Coral Reef Conference (WCRC) 2014 di Kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara. Pada acara tersebut dihadiri oleh para delegasi dari 6 negara CTI-CFF, yaitu: Indonesia, Malaysia, Filipina, Timor Leste, Papua Nugini, dan Kepulauan Solomon, serta perwakilan organisasi-organisasi internasional yang menangani isu terumbu karang, kelautan, dan perikanan serta pemangku kepentingan lainnya.

Setelah melalui serangkaian persidangan dan diskusi, WCRC 2014 ditutup dengan menghasilkan Komunike Manado yang berisi 11 poin bertema Konservasi dan Pemanfaatan Terumbu Karang Berkelanjutan, Keamanan Pangan, dan Terumbu Karang, serta Kemitraan dan Inisiatif.

Poin-poin tersebut meliputi: melindungi dan mengelola keanekaragaman hayati biota laut secara berkelanjutan, pentingnya peran ekosisten terumbu karang untuk menjamin ketahanan pangan dan nutrisi, pengembangan sumberdaya manusia, kelembagaan, penyuluhan dan pelatihan untuk memperkuat teknologi pengolahan, serta peran wanita dalam konservasi dan pengelolaan terumbu karang.

Untuk mendukung hal tersebut, sejak tahun 2010, Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan Surat Edaran Mendagri tertanggal 21 Januari 2010 tentang Tindak Lanjut Hasil World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative (CTI) Summit dalam Mengantisipasi Global Warming. Surat edaran tersebut ditujukan kepada gubernur dan bupati/walikota di seluruh Indonesia.[ds/hny]