Kendalikan Inflasi Perlu Koordinasi Pemerintah Pusat dan Daerah

Tanggal Publikasi Dec 05, 2014
1,534 Kali
BPS: dari 82 lokasi di perkotaan, inflasi di Indonesia sebagian besar merupakan kontribusi inflasi daerah.

Karena inflasi nasional merupakan agregasi inflasi seluruh daerah, maka diperlukan koordinasi serta sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. 

“Hal ini sebagai upaya mencapai tingkat inflasi yang sesuai dengan sasaran pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional yang telah ditetapkan,” jelas Drs. Sugiyono, M.Si, Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri dalam pembukaan Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kawasan Timur Indonesia, pada 17 s.d. 19 September 2014, di Malang, Jawa Timur.

Rapat tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran kepada TPID/pemda mengenai kerjasama antardaerah yang sudah ada dan review hasil rekapitulasi data surplus dan defisit komoditas pokok strategis; mendorong komitmen daerah untuk mulai melakukan penjajakan kerjasama dengan daerah lain; dan mendapatkan masukan dari daerah, terkait rencana penyempurnaan mekanisme koordinasi TPID dan mekanisme penilaian TPID.

Sementara peserta yang hadir dalam Rakor tersebut, yakni: Para Ketua TPID Provinsi dan Kabupaten/Kota Kawasan Timur Indonesia; para pejabat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; para pejabat Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia; para pejabat Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kawasan Indonesia Timur; dan para pejabat Direktorat Pengembangan Ekonomi Daerah Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri.

Menurut data yang dirilis BPS, dari lokasi 82 kota yang menjadi basis perhitungan inflasi nasional, inflasi di Indonesia sebagian besar merupakan kontribusi inflasi daerah dengan bobot yang mencapai 82% (di luar Jakarta).

“Karena sumbangan inflasi daerah terhadap pembentukan inflasi nasional relatif besar, maka upaya pengendalian inflasi dalam rangka menciptakan stabilitas harga di tingkat nasional hanya dapat diwujudkan jika stabilitas harga terjadi pada tingkat daerah,” tandas Drs. Sugiyono, M.Si lagi.

Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah itu juga menjelaskan, upaya mencapai sasaran tingkat inflasi nasional yang telah ditetapkan membutuhkan kerja keras banyak pihak, hal itu untuk menghadapi perekonomian global terutama pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015 nanti.

Sementara itu, berbagai permasalahan struktural terkait pengendalian harga di daerah, semisal permasalahan produksi pangan, hambatan distribusi, dan lemahnya konektivitas antardaerah juga turut memberikan andil pada meningkatnya tingkat infasi nasional.

Oleh karena itu Kemendagri yang merupakan salah satu anggota Kelompok Kerja Nasional Tim Pengendalian Inflasi Daerah (Pokjanas TPID) bersama Bank Indonesia (BI), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), memiliki peran dan fungsi penting dalam mengkoordinasikan dan memperkuat kerjasama lintas sektor di tingkat pusat dan daerah untuk menghasilkan solusi yang kuat dalam pelaksanaan pengendalian inflasi di daerah.

Terkait penguatan kapasitas kelembagaan TPID, Kemendagri juga telah menerbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri tertanggal 2 April 2013 tentang Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa di Daerah. 

“Inmendagri tersebut menginstruksikan kepada seluruh kepala daerah di Indonesia untuk menjaga stabilitas harga barang dan jasa yang terjangkau oleh masyarakat,” terang Drs. Sugiyono, M.Si. 

“Inmendagri itu juga mengamanatkan, bagi daerah yang belum membentuk TPID, agar segera membentuk TPID dengan susunan organisasi serta pelaksanaan tugas dan kewajiban yang mengacu kepada Inmendagri tersebut,” jelasnya.

TPID dibentuk sejak tahun 2008, dan hingga 2013, baru 96 daerah yang membentuk. Namun sejak diterbitkan Inmendagri tersebut, jumlah TPID melonjak pesat menjadi 328 yang terdiri dari 34 provinsi, 80 kota, dan 214 kabupaten (per tanggal 8 September 2014).

Untuk mengoptimalkan koordinasi antar-TPID, kerjasama antardaerah menjadi salah satu sarana yang efektif untuk lebih mensinergikan hubungan dan keterikatan daerah yang satu dengan daerah yang lain dalam kerangka NKRI.

Drs. Sugiyono, M.Si menyampaikan, adanya perbedaan karakteristik sumberdaya antardaerah menyebabkan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat, khususnya pangan, tidak dapat dipenuhi jika hanya mengandalkan pada produksi lokal di masing-masing daerah. 

“Ini harus ada saling ketergantungan yang tinggi dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat,” katanya.

Masalah lainnya, masih besarnya perbedaan kapasitas infrastruktur antardaerah yang sering menghambat kelancaran arus distribusi barang. Itu sebabnya menurut Drs. Sugiyono, M.Si, perlu ada kerjasama antardaerah yang kuat. 

“Dengan kerjasama yang kuat, diharapkan menjadi solusi untuk memastikan kelancaran ketersediaan pasokan pangan bagi masyarakat, menjamin kontinuitas pasokan, kelancaran arus distribusi, kebijakan lalu lintas barang di daerah pemasok, dan tata niaga yang lebih tertata, sehingga dapat mewujudkan stabilitas harga,” imbuhnya.

Kerjasama antardaerah telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Kerjasama Daerah yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 tahun 2009 tentang Petunjuk Teknis Tata    Cara Kerja Sama Daerah dan Nomor 23 tahun 2009 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Kerja Sama Antardaerah.

Selain itu, dalam upaya membangun dan memperkuat komitmen daerah untuk melakukan kerjasama antardaerah dalam mendukung ketahanan pangan dan stabilitas harga di daerah, Pokjanas TPID saat ini sedang melakukan identifikasi dan pemetaan terhadap pola surplus-defisit atas kebutuhan bahan pokok yang menjadi penyumbang inflasi di daerah seperti beras, daging sapi, dan daging ayam. 

“Nah, dengan ada peta surplus-defisit bahan pangan ini, diharapkan akan menjadi stimulan bagi daerah untuk melakukan kerjasama dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan dan menjaga stabilitas harga,” pungkas Drs. Sugiyono, M.Si sebelum membuka secara resmi kegiatan tersebut.

Sementara itu, Sekda Kota Malang, Dr. Sofwan, MSi yang mewakili Walikota Malang menyampaikan, Kota Malang telah bekerjasama dengan beberapa daerah terkait pengendalian inflasi dengan MoU sudah ditandatangani.

“Dari beberapa daerah yang bekerjasama itu, diharapkan mampu berkontribusi dalam pengendalian inflasi dan memotong biaya yang tinggi terkait kebutuhan sehari-hari,” terangnya.

Dr. Sofwan, M.Si juga menjelaskan, beberapa provinsi yang sudah berkomunikasi dengan Kota Malang, salah satunya NTB yang terkait dengan arus ditribusi barang dan jasa. 

“Dalam bulan September ini, akan ada penerbangan langsung NTB-Malang dan Malang-NTB,” terangnya.

“Dan kami, dari masing-masing SKPD atau pimpinan unit kerja Kota Malang selalu ada kerjasama dengan pihak-pihak luar kota atau antarprovinsi. Begitu juga di daerah atau provinsi yang lain. Dengan begitu, Kota Malang yang kecil tapi (bisa menjadi) penyangga ekonomi di Provinsi Jawa Timur,” tandasnya.

Sebelumnya, telah dilaksanakan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) V TPID tanggal 21 Mei 2014 lalu yang menghasilkan beberapa kesepakatan penting. Pertama, memperkuat komitmen kepala daerah untuk menjalin kerjasama, khususnya untuk mendukung ketahanan pangan dan stabilitas harga pangan melalui perencanaan program kerja (RKPD) dan dukungan anggaran yang sesuai (APBD). 

Kedua, mempercepat penyediaan data dan informasi neraca pangan oleh masing-masing daerah secara berkesinambungan untuk menjadi acuan dalam melakukan kerja sama antardaerah. 

Ketiga, memfasilitasi peningkatan kapasitas pengelolaan kerja sama antardaerah oleh Pokjanas TPID, antara lain melalui bimbingan dan konsultasi bagi TPID. 

Keempat, pengendalian inflasi di daerah diarahkan pada tercapainya ‘4K’, yakni ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi ekspektasi.[des]